Uncategorized

“Susahnya” Aplikasi Visa

kamis, 26 Febrari 2008

Kulirik jam tangan, jam 5 pagi, dan here we are, berdebat dengan satpam kedutaan agar boleh ngantri di depan gerbang bukannya di bawah jembatan, yang agak jauh dan kotor. Jam 5 pagi dan sudah ada 6 orang di depan kami yang ngantri dan dalam beberapa menit saja, antrian itu sudah 30 orang lebih panjang. Aku sungguh kasian pada orang yang datang sesudah kami.

Jam 7, mulai diarahkan 10-10 ngantri ke depan gerbang. Walaupun di depan kami tadinya cuma 6 orang, tapi yang ngantri di depan gerbang jauh lebih banyak karena para pelaut diprioritaskan. Dimulailah prosedur resmi aplikasi visa.

Di pos pertama menunjukkan bukti janji pertemuan (yang didapat online) sementara tas digeledah. Setelah dinilai aman, boleh masuk gerbang. Sigh, secara hukum, bisa dibilang sudah berada di Amerika saat itu, secara di kedutaan berlaku hukum negara asal.

Pos kedua adalah kasir. Disini menunjukkan paspor, form DS 156, 157 (untuk laki2 saja) dan 158 (khusus untuk aplikasi visa pelajar) serta bayar uang 1.5 juta. Walau visanya ditolak, uang ini tidak akan dikembalikan, pedih. Disini sempet dimarahi, saya senyum2 sendiri, deja vu dengan masa mabim, (mendadak kangen kampus).

Pos ketiga, dokumen2 lagi, DS 2019 kalo ga salah. Disini dibagi kelompok untuk wawancara visa per enam orang.

Pos keempat, lagi2 pemeriksaan barang bawaan, kali ini via X-ray dan penitipan tas serta lewat detektor logam. Masuk dan nunggu sampai kelompoknya dipanggil. Uniknya, dinding tempat menunggu dilukisi gambar2 bertajuk green environment. Nice. Oiya, aplikasi visa nonimigran cuma sampai jam 10 pagi.

Saat nomor kelompok dipanggil, masuk ke bangunan lain di sayap kanan. Nunggu lagi untuk maju ke pos lima, ambil sidicx jari. Disini sempet tegang, karena setelah kelompok 6, langsung dipanggil kelompok 8. Sempet nanya ke petugas, tunggu aja katanya. Makin tegang saat lanjut dipanggil kelompok 9. Kami kelompok 7 akhirnya dipanggil setelah itu.

Terakhir pos enam adalah wawancara. Inilah dia yang membuat kami ngantri dari jam 5 pagi, saat puncak, menentukan. Ini yang paling dikhawatirkan. walaupun saling menghibur dengan mengatakan “insya Allah dapet visa kog, ga akan dipersulit. Kan beasiswanya dari mereka juga”. Tapi ga ada yang bisa sepenuhnya yakin.

Selama nunggu, nguping pertanyaan apa saja yang diajukan. Keliatannya cukup ramah dan mudah. Terlebih saat denger “I can issue your visa” dari para pewawancaranya yang dikerangkeng, persis mas2 jualan tiket di stasiun kereta.

Tibalah giliran kelompokku. Dan saat itulah, terjadi peristiwa yang sukses merontokkan keyakinan diri. “Anda tidak memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan visa. Ini bisa membantu menjelaskan. Next!!” Dengan aksen khas bule, pewawancara menolak mengeluarkan visa seorang bapak dan ibu sambil mengangsurkan selembar kertas. Trenyuh melihat ekspresi ibu itu, Dengan sorot mata tidak mengerti, polos terluka, mengikuti bapak yang terlebih dahulu ditolak.Hal itu terjadi persis di samping kelompokku dan di depan kelompok satunya yang temanku2 jua. Kalo visa kami ditolak, tidak jadi pergi. Di tengah semua euforia, antusiasme, penantian dan harapan, kemungkinan itu tak tertanggungkan.

Dengan sisa2 kepercayaan diri yang terkoyak dan berusaha mencari2 penguatan, saya maju menghadapi pewawancara saya. Seorang wanita muda. Ramah. Dia bertanya hal-hal umum — Where do you go to school, your major, why do you wanna go to US dll– sambil meriksa dokumen. Saya jawab dengan ceria.

Lalu dia ngasih sebuah kartu putih dan berkata visanya akan jadi tanggal 5 Maret. Saya bertanya “anything else?” dia bilang tidak dan saya berlalu. Begitu saja. Setelah semua googling dan postingan yang mengutuki susahnya dapet visa Amerika, penekanan saat PDO (kalian HARUS pake sepatu!!!), ternyata cuma dua menit, langsung diapprove. alhamdulillah 😀

Tapi ada diantara kami yang ga dapet visa atau visanya ditunda. Ada berbagai teori berkembang. Tapi alhamdulillah semua sudah selesai. Kami berkemas2 balik ke daerah masing-masing. Menyadari bahwa kami sudah saling menyukai satu sama lain. Kata2 perpisahan diucapkan. Dan berakhirlah satu rangkaian. Hanya untuk bersiap menyambut rangkaian selanjutnya. Sebuah negeri nun jauh disana, sama sekali berbeda, asing, dan kami hanya bisa mengandalkan diri sendiri, teman serta berserah diri kepada Allah SWT. Insya Allah.

6 thoughts on ““Susahnya” Aplikasi Visa”

  1. ya alhamdulillah. Artikel ini cuma untuk sharing pengetahuan kalo ada yang mo apply visa di sana juga, inilah yang akan dihadapi..

    cerita selanjutnya on progress… 😀

  2. cuman mau ngasih tau :
    yang namanya bernama AHMAD ga usah takut ga dapet visa.. Nama itu ga masuk blacklist mereka…
    Blacklist mereka itu MUHAMMAD.. mereka tidak mengenal kata AHMAD..
    So bwat yg bernama AHMAD ga usah takut ga dapet visa AMERIKA…

    Klo mau memelihara janggut, ga usah dicukur janggutnya.. Insya allah ga ngaruh kok ke wawancara visa.. Klo agak ragu.. ya dirapihkan saja…tidak perlu dicukur habis..

  3. Tidak cuma visa amerika yang susah.. visa ke Eropa lebih menjengkelkan lagi. Susah kan relatif. Pengalaman menungggu untuk dapat visa ke Austria. Menunggu di dalam ruang kecil yang pengap tanpa kejelasan kapan petugas akan datang. Jam 11 hrenggg datanglah mbak orang Indonesia tanpa senyum. Tanpa nomor antrian, berebut masukan ke loket. Yang menang ya calo2 daro travel..hiksss…. Giliran saya datang, tanpa senyum cuma bilang 14 hari lagi datang. Pas datang 14 hari kemudian.. mulai ritual menunggu tanpa kejelasan itu… ALhamdulillah akhirnya datang juga mbaknya. Visa didapat.. tapi pas bayar.. lhooo kembalianku kok ga dikasih lagi… HIksss…

Leave a reply to suharjono Cancel reply